Sunday 25 July 2010

Sopir Gadungan

Apa jadinya kalau seorang gadis mungil menjadi sopir minibus penuh bule?

Aku, Blanca, Laura, Floris, dan Nienke sedang asyik menikmati sarapan sambil ngobrol ngalor ngidul di Yoschi’s Hotel ketika sebuah mini bus penuh turis berhenti di halaman hotel. “Is that our bus?” tanya Floris. Kami berlima bergegas memanggil pelayan untuk meminta bill. Meski saat itu baru pukul 09.30 pagi, 30 menit lebih awal dari jadwal jemputan, kami agak tergesa-gesa karena takut ketinggalan.

Setelah membayar bill, kami segera menuju hotel SHION dan berkemas. Pagi itu, selesai sarapan sesungguhnya aku sangat ingin menikmati hot shower, apalagi dari semalam aku belum mandi. He…he…he…Bau? Tidak. Udara Bromo yang dingin membuatku tak berkeringat meski selesai mendaki dan berjalan-jalan. Mandi bagiku agar lebih terasa segar saja, apalagi memakai air hangat, hmmmm….rasanya so relaxing…. Sayang, agenda mandiku gagal karena cuma ada satu kamar mandi untuk empat kamar dan waktunya mepet.

Tepat pukul 10.00 WIB, mobil jemputan datang. Floris dan Nienke, sepasang kekasih dari Belanda menungguku di depan kamar. Sementara itu, di dalam kamar Blanca dan Laura memelukku bergantian. “It was nice knowing you Susan. We will miss you,” ucap mereka sambil cipika-cipiki dan kemudian mengantarku sampai ke depan mobil. Dua orang teman Spanyolku itu tidak ikut check out karena harus menunggu sahabatnya yang akan datang ke Bromo pada sore hari.

Mini bus hampir penuh, tinggal tiga kursi yang kosong; dua kursi standar dan satu kursi tambahan. Floris dan Nienke menempati dua kursi standar itu. Waktu aku mau duduk bersama mereka, sopir bus berbicara padaku. “Kata boss saya, mba telepon dia dan minta dijemput sore hari.”

Hah? Kapan aku telepon boss dia? Punya nomer teleponnya juga tidak? Pikirku.
“Mas salah orang kali. Pada tiket saya tertulis ke agen Probolinggo jam 10 pagi, bukan sore.”
“Tapi, boss saya bilang gitu. Mba yang mau ke Jogja dijemputnya sore hari,” jawab sopir.

Setelah meyakinkan Pak sopir bahwa aku harus balik ke Jogja siang itu juga, dia menyuruhku duduk di kursi depan. Selagi dia membereskan barang-barang penumpang, aku masuk dan langsung duduk di kursi kemudi dengan meyakinkan. “Hey guys, I’m your new driver”, ucapku kepada bule-bule yang ada di dalam mobil. Mereka melongo melihatku. Hehehehehe….mungkin tak percaya atau sedikit ketakutan. Stephen, pria asal Irlandia yang duduk di kursi depan tersenyum riang. Dia tahu kalau aku cuma bercanda. Tapi, tidak demikian dengan bule asal Polandia yang duduk di sampingnya. Mukanya terlihat cemas. “Are you serious?” tanyanya polos, yang kontan saja membuatku dan Stephen tertawa terbahak.

“Yes, I am the driver”, ucapku meledek. Stephen menepuk bahunya dan seluruh penumpang ikut tertawa lepas.

Lima menit kemudian, Pak sopir asli masuk dan mini bus kamipun melaju menuju Probolinggo. Hawa yang sejuk dan pepohonan yang berderet rapi sepanjang perjalanan ikut menemani keceriaan kami pagi itu.